Apakah Kades dan Perangkat Desa Boleh Menjadi Pelaksana Proyek Desa?

Table of Contents
Apakah Kades dan Perangkat Desa Boleh Menjadi Pelaksana Proyek Desa?

Dalam era reformasi birokrasi dan desentralisasi, pemerintahan desa di Indonesia dituntut untuk menjalankan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan profesionalisme. Seiring dengan pemberlakuan Undang‑Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan turunannya, penyelenggaraan proyek desa menjadi salah satu instrumen penting dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Namun, muncul pertanyaan kritis di kalangan aparatur dan penggiat pemerintahan desa, yaitu:
“Apakah Kepala Desa (Kades) dan perangkat desa boleh menjadi pelaksana proyek desa?”

Pertanyaan ini tidak hanya menyangkut aspek teknis pelaksanaan proyek, tetapi juga berkaitan erat dengan tatanan hukum, potensi benturan kepentingan, dan penerapan prinsip good governance. Artikel ini akan mengulas secara mendalam mengenai peran Kades dan perangkat desa, dasar hukum yang mengatur keterlibatan mereka dalam pelaksanaan proyek, serta pro dan kontra dari praktik tersebut.

1. Pengertian Peran Kades dan Perangkat Desa

1.1. Definisi dan Fungsi Kades

Kepala Desa (Kades) adalah pimpinan tertinggi di tingkat desa yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan pemerintahan desa secara mandiri dan bersama perangkat desa. Fungsi utamanya meliputi:

  • Menyusun dan melaksanakan kebijakan pembangunan desa.
  • Menjadi penghubung antara pemerintah desa dengan masyarakat.
  • Mengawasi dan mengkoordinasikan kinerja perangkat desa.

1.2. Peran Perangkat Desa

Perangkat desa merupakan aparat yang membantu Kades dalam melaksanakan tugas pemerintahan desa. Mereka terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program serta kegiatan pembangunan di desa. Keduanya—Kades dan perangkat desa—berkewajiban menjaga prinsip transparansi, akuntabilitas, serta profesionalisme dalam pengelolaan pemerintahan desa.

2. Proyek Desa: Konsep dan Mekanisme Pelaksanaannya

2.1. Apa Itu Proyek Desa?

Proyek desa merujuk pada berbagai program dan kegiatan pembangunan yang dilaksanakan di lingkungan desa guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proyek ini dapat berupa pembangunan infrastruktur, penyediaan fasilitas umum, pengembangan ekonomi lokal, atau kegiatan peningkatan kualitas sumber daya manusia.

2.2. Mekanisme Pelaksanaan Proyek Desa

Dalam praktiknya, pelaksanaan proyek desa harus memenuhi prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas. Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Dana Desa yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri dan peraturan daerah, mekanisme pelaksanaan proyek desa umumnya melibatkan:

  • Proses Perencanaan dan Penyusunan Rencana Kerja: Di mana aparat desa menyusun rencana pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat.
  • Pengadaan dan Tender: Untuk memastikan bahwa pelaksana proyek dipilih secara kompetitif dan transparan, sehingga tidak terjadi penyalahgunaan anggaran.
  • Pelaksanaan dan Pengawasan: Dilakukan oleh pihak pelaksana proyek yang idealnya bersifat independen, seperti Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau penyedia jasa profesional, sementara Kades dan perangkat desa berperan sebagai pengawas dan koordinator.

3. Dasar Hukum Pengelolaan Proyek Desa

3.1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

UU Desa menjadi landasan utama bagi penyelenggaraan pemerintahan desa. Dalam undang-undang ini, setiap kegiatan pembangunan di desa harus mengutamakan partisipasi masyarakat dan menggunakan anggaran desa secara transparan. Walaupun UU Desa tidak secara eksplisit menyatakan tentang “pelaksana proyek,” prinsip-prinsip pengelolaan dana dan proyek yang diatur dalam UU tersebut mendorong pemisahan antara fungsi perencana/pengawas dengan fungsi pelaksana guna menghindari benturan kepentingan.

3.2. Peraturan Menteri Dalam Negeri

Beberapa Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) telah mengatur tentang tata cara pengelolaan dan pelaksanaan proyek di desa, antara lain:

  • Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa, yang kemudian diubah oleh Permendagri Nomor 67 Tahun 2017.
    Rujukan hukum ini mengatur secara rinci tentang tata kelola perangkat desa dan mekanisme evaluasi kinerja. Walaupun fokus utamanya adalah pada pengangkatan dan pemberhentian aparat desa, prinsip yang terkandung mendorong pemisahan tugas agar aparat desa fokus pada fungsi pengelolaan dan pengawasan, bukan pelaksanaan langsung.

3.3. Pedoman Pengelolaan Dana Desa

Pedoman ini, yang dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri, mewajibkan transparansi dalam penggunaan Dana Desa. Di antaranya tercantum mekanisme pengadaan barang/jasa untuk pelaksanaan proyek desa yang harus melalui tender dan kontrak kerja. Prinsip tersebut mengarahkan bahwa pelaksana proyek desa hendaknya merupakan pihak ketiga yang profesional atau entitas yang didirikan secara khusus (seperti BUMDes) sehingga tidak menimbulkan konflik kepentingan jika Kades dan perangkat desa juga terlibat sebagai pelaksana.

3.4. Peraturan Daerah (Perda)

Setiap daerah biasanya memiliki Perda mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa yang memuat aturan lebih spesifik terkait proyek desa. Perda ini mengintegrasikan ketentuan nasional dengan kondisi lokal, sehingga dalam beberapa daerah terdapat aturan yang melarang atau membatasi keterlibatan langsung Kades dan perangkat desa sebagai pelaksana proyek guna menjaga objektivitas dan akuntabilitas.

4. Apakah Kades dan Perangkat Desa Boleh Menjadi Pelaksana Proyek Desa?

4.1. Pemisahan Fungsi dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa

Prinsip good governance mendorong pemisahan fungsi antara perencana/pengawas dan pelaksana. Kades dan perangkat desa memiliki tugas utama sebagai perencana, pengawas, dan fasilitator dalam penyelenggaraan pembangunan desa.

  • Pengawasan dan Koordinasi: Peran mereka seharusnya memastikan bahwa proyek desa dilaksanakan sesuai dengan rencana, anggaran, dan prinsip transparansi.
  • Penyediaan Jasa Profesional: Pelaksanaan proyek desa hendaknya diserahkan kepada pihak yang memiliki kompetensi teknis dan profesional, seperti perusahaan konstruksi, BUMDes, atau konsultan yang telah melalui proses tender.

4.2. Risiko Konflik Kepentingan

Apabila Kades dan perangkat desa terlibat langsung sebagai pelaksana proyek, terdapat risiko konflik kepentingan yang tinggi, antara lain:

  • Penyalahgunaan Dana: Keterlibatan langsung dapat membuka peluang terjadinya penyalahgunaan anggaran atau korupsi.
  • Kurangnya Transparansi: Proses pelaksanaan proyek yang tidak melibatkan pihak ketiga cenderung kurang transparan, sehingga menurunkan kepercayaan masyarakat.
  • Benturan Kepentingan: Karena mereka juga bertugas sebagai pengawas, keterlibatan sebagai pelaksana bisa mengurangi objektivitas dalam evaluasi kinerja proyek.

4.3. Praktik Terbaik dan Standar Internasional

Berdasarkan praktik pemerintahan desa yang baik di berbagai daerah, standar internasional dalam pengelolaan proyek pembangunan mendorong agar pelaksana proyek merupakan pihak yang independen. Hal ini sejalan dengan:

  • Transparansi Proses Tender: Agar pemilihan pelaksana dilakukan secara kompetitif dan objektif.
  • Akuntabilitas Penggunaan Dana: Pihak pelaksana yang profesional akan memberikan laporan keuangan dan kinerja yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

5. Implikasi Hukum dan Administrasi

5.1. Implikasi terhadap Transparansi dan Akuntabilitas

Jika Kades dan perangkat desa terlibat langsung sebagai pelaksana proyek desa, maka potensi penyalahgunaan anggaran dan penyimpangan dari rencana pembangunan akan meningkat. Implikasi tersebut meliputi:

  • Penurunan Kepercayaan Masyarakat: Masyarakat desa berhak mengetahui penggunaan dana desa secara transparan. Keterlibatan langsung aparat desa sebagai pelaksana bisa menimbulkan kecurigaan.
  • Risiko Audit dan Pengawasan: Badan pengawas internal dan eksternal, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Ombudsman, dapat menemukan ketidaksesuaian dalam pengelolaan proyek.

5.2. Implikasi terhadap Profesionalisme dan Efisiensi

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan pembangunan desa, penerapan standar profesional dalam pelaksanaan proyek sangatlah penting.

  • Efisiensi Pelaksanaan: Pihak pelaksana yang profesional umumnya memiliki sistem manajemen proyek yang lebih baik, sehingga proyek dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai standar.
  • Peningkatan Kapasitas SDM: Dengan tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan, Kades dan perangkat desa dapat lebih fokus pada pengawasan dan pengelolaan strategis, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia di lingkungan desa.

6. Studi Kasus dan Praktik Lapangan

6.1. Studi Kasus di Beberapa Desa

Di beberapa kabupaten di Indonesia, terdapat contoh praktik yang menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek desa sebaiknya diserahkan kepada pihak ketiga. Misalnya, di beberapa daerah di Jawa Barat dan Sulawesi, proyek infrastruktur desa dilaksanakan oleh kontraktor profesional melalui proses tender terbuka.

  • Kasus Proyek Pembangunan Jembatan: Di satu desa, pelaksanaan pembangunan jembatan melalui kontrak kerja dengan perusahaan swasta terbukti menghasilkan kualitas konstruksi yang lebih baik dan transparansi penggunaan dana dibandingkan jika proyek dikelola langsung oleh perangkat desa.
  • Proyek Peningkatan Sarana Air Bersih: Di desa lain, proyek penyediaan air bersih dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang dibentuk secara profesional, dengan peran Kades dan perangkat desa terbatas pada pengawasan dan evaluasi.

6.2. Pengalaman Praktik Baik

Beberapa daerah yang menerapkan prinsip pemisahan fungsi dalam pengelolaan proyek desa melaporkan peningkatan kinerja dan kepuasan masyarakat. Penggunaan kontrak kerja yang melalui proses tender terbuka dan melibatkan pihak independen menjadi salah satu kunci sukses pelaksanaan proyek.

  • Transparansi Proses Tender: Proses tender yang terbuka memungkinkan masyarakat ikut mengawasi pemilihan pelaksana, sehingga mengurangi potensi korupsi.
  • Pelaporan Berkala: Pihak pelaksana diwajibkan memberikan laporan berkala kepada pemerintah desa dan masyarakat, sehingga proses evaluasi dan pengawasan dapat dilakukan secara akuntabel.

7. Analisis: Pro dan Kontra Keterlibatan Kades dan Perangkat Desa

7.1. Argumen yang Mendukung Keterlibatan Langsung

Beberapa pihak berargumen bahwa dalam kondisi tertentu, keterlibatan langsung Kades dan perangkat desa sebagai pelaksana proyek desa dapat memberikan keuntungan, antara lain:

  • Efisiensi Waktu dan Biaya: Mengingat struktur pemerintahan desa yang relatif kecil, keterlibatan langsung bisa mempersingkat rantai komunikasi dan pengambilan keputusan.
  • Pemahaman Mendalam terhadap Kondisi Lokal: Kades dan perangkat desa tentu memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai kebutuhan dan karakteristik masyarakat, sehingga dapat menyesuaikan pelaksanaan proyek dengan kondisi lapangan.
  • Pengendalian Langsung: Dengan terlibat langsung, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan proyek bisa dilakukan secara lebih intensif oleh pemerintah desa.

7.2. Argumen yang Menolak Keterlibatan Langsung

Di sisi lain, terdapat sejumlah argumen yang menolak agar Kades dan perangkat desa menjadi pelaksana proyek desa:

  • Risiko Konflik Kepentingan: Keterlibatan langsung aparat desa dalam pelaksanaan proyek dapat memunculkan konflik kepentingan, terutama jika terdapat potensi keuntungan pribadi.
  • Kurangnya Kompetensi Teknis: Sebagai pejabat administratif, Kades dan perangkat desa umumnya tidak memiliki latar belakang teknis yang diperlukan untuk menjalankan proyek pembangunan secara profesional.
  • Prinsip Pemisahan Fungsi: Menurut prinsip good governance, fungsi perencanaan dan pengawasan sebaiknya dipisahkan dari fungsi pelaksanaan untuk menjaga objektivitas dan akuntabilitas.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Penunjukan pihak ketiga melalui proses tender terbuka menjamin bahwa pelaksanaan proyek dapat diawasi secara transparan dan mengurangi potensi korupsi.

8. Rekomendasi Kebijakan

Berdasarkan tinjauan hukum, praktik lapangan, dan analisis terhadap pro dan kontra, berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan untuk mengoptimalkan penyelenggaraan proyek desa:

8.1. Pemisahan Fungsi yang Jelas

Pemerintah desa sebaiknya menegaskan pemisahan fungsi antara perencana dan pengawas (Kades dan perangkat desa) dengan pihak pelaksana proyek.

  • Penggunaan Pihak Ketiga: Pelaksana proyek desa idealnya merupakan kontraktor profesional, BUMDes, atau mitra kerja sama yang telah melalui proses tender terbuka.
  • Fokus Pengawasan: Kades dan perangkat desa fokus pada perencanaan, pengawasan, dan evaluasi proyek agar dapat menjaga transparansi dan akuntabilitas.

8.2. Peningkatan Kapasitas dan Bimbingan Teknis

Melakukan pelatihan dan bimbingan teknis (bimtek) secara berkala bagi aparat desa mengenai tata kelola proyek dan mekanisme pengadaan barang/jasa.

  • Standar Operasional Prosedur (SOP): Penyusunan SOP yang jelas mengenai proses tender, evaluasi, dan pengawasan proyek desa.
  • Pendampingan dari Dinas PMD: Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) perlu mendampingi setiap desa dalam pelaksanaan proyek untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan yang berlaku.

8.3. Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat

Masyarakat desa memiliki peran penting dalam mengawasi penggunaan Dana Desa dan pelaksanaan proyek.

  • Forum Musyawarah Desa: Mengoptimalkan forum musyawarah desa untuk membahas rencana dan evaluasi proyek, sehingga masyarakat dapat memberikan masukan dan pengawasan.
  • Transparansi Informasi: Publikasi laporan pelaksanaan proyek secara berkala agar masyarakat dapat mengetahui penggunaan anggaran dan kemajuan proyek.

8.4. Penguatan Regulasi Daerah

Pemerintah daerah perlu mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang spesifik mengatur tentang pelaksanaan proyek desa, termasuk batasan peran Kades dan perangkat desa sebagai pelaksana.

  • Aturan tentang Konflik Kepentingan: Perda harus mengatur bahwa pejabat desa tidak boleh secara langsung melaksanakan proyek yang menggunakan dana publik, guna mencegah potensi konflik kepentingan.
  • Sanksi bagi Pelanggaran: Penetapan sanksi administratif maupun hukum bagi aparat desa yang melanggar ketentuan dalam pelaksanaan proyek.

9. Implikasi Praktis bagi Pemerintahan Desa

9.1. Peningkatan Kualitas Proyek dan Layanan Publik

Dengan menempatkan pelaksana proyek pada pihak yang profesional, kualitas hasil proyek dapat lebih terjamin. Hal ini berdampak positif pada:

  • Peningkatan Infrastruktur: Proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan fasilitas umum dapat diselesaikan tepat waktu dengan mutu yang baik.
  • Peningkatan Layanan Publik: Peningkatan kualitas proyek akan secara langsung meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat desa.

9.2. Penguatan Tata Kelola dan Akuntabilitas

Pemisahan peran dan penerapan sistem pengawasan yang transparan akan meningkatkan akuntabilitas penggunaan Dana Desa.

  • Audit Internal dan Eksternal: Proses tender terbuka dan pelaksanaan oleh pihak independen memungkinkan audit yang lebih objektif.
  • Peningkatan Kepercayaan Masyarakat: Masyarakat yang merasa diajak berpartisipasi dan mendapatkan informasi yang jelas akan lebih percaya terhadap kinerja pemerintah desa.

9.3. Pencegahan Praktik Nepotisme dan Korupsi

Jika Kades dan perangkat desa tidak menjadi pelaksana proyek, maka potensi konflik kepentingan yang memicu nepotisme dan korupsi dapat diminimalisir.

  • Transparansi dalam Pengadaan: Proses tender terbuka memastikan bahwa proyek dijalankan berdasarkan pertimbangan objektif dan kompetitif.
  • Pengawasan Independen: Keterlibatan pihak ketiga memungkinkan pengawasan yang tidak memihak, sehingga mencegah penyalahgunaan wewenang.

10. Studi Kasus dan Praktik Lapangan

10.1. Studi Kasus Desa di Jawa Timur

Di salah satu desa di Jawa Timur, proyek pembangunan fasilitas kesehatan dilaksanakan oleh kontraktor profesional yang telah melalui tender terbuka.

  • Peran Kades dan Perangkat Desa: Dalam kasus ini, Kades dan perangkat desa hanya bertindak sebagai pengawas dan fasilitator, sementara pelaksana proyek adalah pihak ketiga yang memiliki rekam jejak profesional.
  • Hasil Evaluasi: Hasil proyek menunjukkan efisiensi waktu dan kualitas yang memuaskan, serta tidak terdapat indikasi konflik kepentingan.

10.2. Praktik Baik di Kabupaten Sumatera Barat

Beberapa kabupaten di Sumatera Barat telah mengimplementasikan sistem BUMDes sebagai pelaksana proyek desa.

  • Transparansi dan Partisipasi: Penggunaan BUMDes meningkatkan partisipasi masyarakat dan transparansi dalam pengelolaan dana desa.
  • Evaluasi Kinerja: Evaluasi berkala oleh dinas PMD dan camat memastikan bahwa proyek berjalan sesuai dengan rencana dan anggaran.

11. Tantangan dan Hambatan Implementasi

11.1. Hambatan Internal

  • Keterbatasan Sumber Daya Manusia: Tidak semua aparatur desa memiliki latar belakang teknis yang memadai untuk mengelola proyek pembangunan secara profesional.
  • Kecenderungan Politik Lokal: Praktik politik lokal terkadang mempengaruhi penunjukan pelaksana proyek, di mana terdapat upaya untuk memasukkan tim sukses atau pihak yang dekat dengan Kades.

11.2. Hambatan Eksternal

  • Kurangnya Standar dan Pedoman yang Konsisten: Di beberapa daerah, peraturan daerah mengenai pelaksanaan proyek desa masih belum konsisten, sehingga menciptakan celah bagi penyalahgunaan wewenang.
  • Minimnya Pengawasan dari Pihak Eksternal: Pengawasan dari pemerintah daerah dan instansi terkait kadang tidak optimal, sehingga sulit memastikan bahwa proyek dijalankan secara profesional dan transparan.

12. Rekomendasi Strategis bagi Pemerintah Desa dan Daerah

Berdasarkan analisis di atas, berikut adalah beberapa rekomendasi strategis:

  1. Pisahkan Fungsi Perencana dan Pelaksana:
    Pastikan bahwa peran Kades dan perangkat desa difokuskan pada perencanaan, pengawasan, dan evaluasi proyek, sedangkan pelaksana haruslah pihak yang telah memenuhi kriteria profesional melalui proses tender terbuka.

  2. Perkuat Regulasi dan Perda:
    Pemerintah daerah harus segera menyusun atau memperbaharui Perda yang mengatur tentang pelaksanaan proyek desa, dengan penekanan pada pemisahan fungsi dan larangan konflik kepentingan.

    • Sertakan ketentuan tegas mengenai larangan keterlibatan langsung Kades dan perangkat desa dalam pelaksanaan proyek.
  3. Tingkatkan Kapasitas dan Bimbingan Teknis:
    Lakukan pelatihan rutin bagi aparat desa tentang tata kelola proyek dan pengadaan barang/jasa. Bimbingan teknis dari dinas terkait harus diintensifkan untuk memastikan bahwa setiap proyek dilaksanakan sesuai standar.

  4. Optimalkan Proses Tender dan Pengadaan:
    Terapkan sistem tender yang transparan dan kompetitif guna memilih pelaksana proyek yang tepat. Hal ini tidak hanya meningkatkan kualitas proyek, tetapi juga mencegah praktik kolusi dan nepotisme.

  5. Libatkan Masyarakat Secara Aktif:
    Sosialisasikan proses dan hasil tender kepada masyarakat desa. Dengan partisipasi aktif dan pengawasan publik, kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan Dana Desa akan meningkat.

  6. Perkuat Pengawasan Internal dan Eksternal:
    Bentuk tim pengawasan internal di lingkungan desa dan koordinasikan dengan instansi pengawas eksternal seperti BPK, Ombudsman, dan Dinas PMD untuk melakukan audit rutin terhadap proyek desa.

13. Implikasi Jangka Panjang

13.1. Peningkatan Kinerja Pembangunan Desa

Implementasi rekomendasi di atas diharapkan akan meningkatkan kualitas dan kinerja pembangunan desa. Proyek-proyek yang dilaksanakan oleh pelaksana profesional akan memberikan dampak positif yang signifikan bagi infrastruktur, kesejahteraan masyarakat, dan pertumbuhan ekonomi desa.

13.2. Peningkatan Kepercayaan Masyarakat

Transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan Dana Desa serta pelaksanaan proyek akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah desa. Kepercayaan ini penting sebagai modal sosial untuk mendukung program pembangunan jangka panjang.

13.3. Pencegahan Konflik dan Penyalahgunaan Wewenang

Dengan pemisahan fungsi yang jelas antara perencana dan pelaksana, risiko benturan kepentingan dan praktik korupsi dapat diminimalisir. Hal ini akan menciptakan lingkungan pemerintahan desa yang lebih bersih, adil, dan profesional.

14. Studi Literatur dan Rujukan Hukum

Untuk mendukung pembahasan ini, berikut adalah beberapa rujukan hukum dan literatur yang menjadi acuan:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
    – Menjadi payung hukum utama dalam penyelenggaraan pemerintahan desa dan pengelolaan Dana Desa.

  2. Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa
    – Diubah dengan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, mengatur tata kelola aparatur desa.

  3. Pedoman Pengelolaan Dana Desa
    – Dikeluarkan oleh Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan dana desa.

  4. Peraturan Daerah (Perda) tentang Pemerintahan Desa
    – Setiap daerah menyusun Perda yang mengatur secara rinci mekanisme pengelolaan dan pelaksanaan proyek desa sesuai kondisi lokal.

  5. Literatur dan Studi Kasus dari Ombudsman RI
    – Menyajikan analisis mengenai pengelolaan dan pemberhentian perangkat desa sebagai bagian dari upaya meningkatkan tata kelola pemerintahan di desa.

15. Penutup

Berdasarkan tinjauan hukum dan praktik tata kelola pemerintahan desa, dapat disimpulkan bahwa keterlibatan Kades dan perangkat desa sebaiknya difokuskan pada fungsi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi, bukan sebagai pelaksana langsung proyek desa. Dasar hukum seperti UU Desa Nomor 6 Tahun 2014, Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 yang diubah dengan Permendagri Nomor 67 Tahun 2017, serta pedoman pengelolaan Dana Desa memberikan landasan bagi pemisahan fungsi tersebut.

Keterlibatan pihak pelaksana yang profesional melalui proses tender terbuka akan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan proyek desa. Hal ini tidak hanya mencegah konflik kepentingan dan praktik korupsi, tetapi juga memastikan bahwa setiap proyek pembangunan dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat desa.

Pemerintah desa dan pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan regulasi, meningkatkan kapasitas aparat desa, serta melibatkan masyarakat secara aktif agar tata kelola proyek desa semakin profesional dan akuntabel. Dengan demikian, pertanyaan “apakah kades dan perangkat desa boleh menjadi pelaksana proyek desa” harus dijawab dengan prinsip pemisahan fungsi dan kepatuhan terhadap aturan, sehingga peran Kades dan perangkat desa tetap terjaga sebagai pengawas dan pengelola, sedangkan pelaksanaan teknis proyek diserahkan kepada pihak yang telah memenuhi kriteria profesional.

Post a Comment